Gifted Education without Gifted Children

KONSUMER IDE vs PRODUSER IDE
(GIFTED EDUCATION WITHOUT GIFTED CHILDREN)
Julia Maria van Tiel

Jamannya masih pakai mailinglist dulu dulu dulu kala…. ada seorang ibu yang kontra dengan saya. Pasalnya saya bercerita tentang anak-anak gifted yang kelakuannya membuat pusing ortu, dan prestasi di sekolah nul puthul.

Ibu itu mengatakan bahwa saya ini menyesatkan, sebab menurutnya sekolah yang punya kelas anak berbakat di jakarta tidak ada anak yang punya masalah. Kok saya malah cerita anak saya yang kelakuannya bikin pusing dan prestasi sekolah juga membuat pusing (saat itu anakku masih SD).

Tudingan menyesatkan itu bukan sekali dua kali, tetapi sudah sering coy. Kalau sekarang saya dituding begitu ya sudah cuek bebek. Tetapi dulu itu menyebabkan saya kekhi setengah mati.

Tetapi terserahlah, yang penting diagnosa gifted pada anakku bukan saya yang membuat tetapi orang-orang yang mempunyai kewenangan untuk menegakkan diagnosa dari pusat gifted di Belanda yang kepalanya saat itu juga menjadi ketua European Council For High Ability. Jelas saya lebih percaya yang ini doooongg….

Di sana saya dijelaskan tentang bagaimana perilaku yang akan saya hadapi pada anakku itu. Setumpuk buku harus kubaca…
Ada yang menarik yang sampai halamannya saja saya masih ingat.. halaman inilah yang membedakan antara yang diceritakan Ibu tadi dengan kenyataan seorang anak gifted. Yaitu buku dari de Hoop & Janson (Omgaan met hoogbegaafde kinderen – menghadapi anak-anak gifted) tahun 1999.

Kesimpulan yang bisa saya ambil, ternyata yang diusung-usung sebagai anak gifted (berbakat) selama ini ya bukan anak gifted. Huuuaahh! Apa iya? Coba anda nggoogling : Gifted education without gifted children. Ceritanya banyak.

Saya juga tahunya dari perpustakaan yang bukunya sampai sekarang kucari lagi gak ketemu-ketemu, tetapi judulnya saya masih ingat: Hoogintelligentie, hoogbegaafd, and getalenteerd kinderen (anak cerdas/bright child, gifted, dan anak bertalenta).

Disitu dijelaskan bahwa anak-anak cerdas (bright child) ini memang beda dengan anak gifted. Dan anak-anak bright child ini yang selalu ketampung dalam pendidikan bagi anak gifted… Lho? Heeh … karena anak gifted waktu kecil memang bermasalah.

Dalam buku de Hoop & Janson itu dijelaskan tentang salah satu karakteristik anak gifted yang memang saat anak-anak ini kecil justru membuat masalah yaitu karakteristik motivasi yang tinggi. Tapi sialnya motivasi ini datangnya dari dalam diri sendiri, namanya motivasi internal. Dia hanya mau mengerjakan tugas kalau dia tahu tujuannya untuk apa, hasil yang diharapkan nanti bagaimana, kira-kira bisa dikerjakan engga, berapa lama, dan seterusnya dan seterusnya pertimbangannya banyak. Dan lebih edan lagi, harus masuk dalam logikanya.

Jadi ortu atau guru kalau memberi tugas untuk dia selalu eyel-eyelan dulu. Kalaupun sudah bisa menerima, eh masih dipikir-pikir cara termudah bagaimana. Terefisien bagaimana, dan terefektif bagaimana. Jadi gak heran kalau si anak itu gak mulai-mulai cuma bilang iya-iya… sedang mikir harus mulai dari mana. (Emak yang galak pasti pantatnya sudah disabet… eh KDRT … ups).

Sebaliknya kalau dia ngerjakan sesuatu mengikuti mood en minatnya, dia akan kerja macam orang kesurupan bisa gak tidur-tidur tiga hari (Jadi wahai para ortu, sering-seringlah ngintip anakmu di malam hari karena dia bisa sedang ngerjakan sesuatu, atau sedang konsultasi keliling dunia liwat chattingan online dg orang-orang beda waktu… )

Jika sedang kumat ngerjakan sesuatu yang dianggapnya asyiek itu, ia akan amat sangat bekerja dengan penuh emosi, artinya sangat penuh semangat. Padahal kalau gak mau ya sudah, gak mau, preketek dibilang mau dikasih duit… gak bisa disogok… jadi gak heran kalau dia juga gak mau ngerjakan tugas yang menurutnya bikin cape gak ada gunanya…. sampai menuding sekolah dzolim karena kasih tugas gak mutu malah bikin cape…

Begitu intensifnya kalau kerja, sampai-sampai orang lain gak boleh ikut campur, ahirnya dia jadi orang dominan, dan gak bisa kerjasama dalam kelompok.

Inilah yang menjadi antara lain masalah dalam pendidikan sehingga anak-anak gifted tidak bisa masuk ke dalam sistem pendidikan bagi anak gifted. Yang ketampung anak kelompok lain yaitu bright child.

Bright child ini memang anak yang senang dan sangat puas dengan nilai tinggi, mudah diajak kerjasama, dan sangat kooperatif dalam program pendidikan. Mereka adalah konsumer yang sangat baik dan handal. Sekolah dan orang tua senang. Guru juga bangga. Pialanya banyak.

Sedang kelompok gifted senangnya bikin usul-usul melulu… dia adalah kelompok produser ide…. (soal dikerjakan apa engga…. itu persoalan lain… senangnya memang bikin usul-usul melulu…)

Kalau sudah begini para ortu gak usah tingak-tinguk dan mimpi anak musti masuk kelas aksel karena gak akan diaku disana, gak memenuhi syarat….

Terus bagaimana dong buuuuu……

 

[Artikel ini diambil dari kiriman Julia Maria van Tiel di FBG “Indonesia Peduli Anak Gifted”]

Leave a comment